Manthous, nama asli Sumanto Sugiantono (Anto), adalah tokoh
dan penemu musik campursari, ia dilahirkan di Desa Playen, Gunung
Kidul - Daerah Istimewa Yogyakarta 10
April 1950 dan meningal di Jakarta pada tanggal 9 Maret 2012 (usia 62 tahun).
Pengalaman di Jakarta bersama BJ Soepardi, Benyamin
Sueb, Idris Sardi, Bing Slamet,
Grup Kwartet Jaya dan lain-lain.
Ia kemudian mendirikan Grup Campursari Maju Jaya di Gunung Kidul.
Pada tahun 1969 dia bergabung dengan Orkes Keroncong Bintang
Jakarta pimpinan BJ Soepardi sebagai
pemain cello petik. Namun kemudian, pada tahun tahun 1976, Manthous yang juga
piawai bermain bas mendirikan grup band Bieb Blues berciri funky rock bersama
dengan Bieb anak Benyamin Sueb. Bieb Blues bertahan hingga tahun 1980.
Ia adalah juru rekam Musica Studio. Kemudian, Manthous bergabung dengan Idris Sardi,
dalam grup Gambang Kromong Benyamin
Sueb. Selain itu, sebelumnya ia pernah juga menjadi pengiring Bing Slamet ketika
tampil melawak dalam Grup Kwartet Jaya. Tahun 1990 ia
berkenalan dengan A. Riyanto yang memiliki studio di Cepete, dan sering membuat
rekaman di studio ini.
Kelihatannya semua pengalaman inilah yang membuat Manthous
menguasai aliran musik apa pun. Dalam khazanah dangdut, bahkan, dia juga
menjadi panutan karena mampu mencipta trik-trik permainan bas, yang kemudian
ditiru oleh para pemain bas dangdut sekarang.
Pada tahun 1993, Manthous mendirikan Grup Musik Campursari
Maju Lancar Gunung Kidul. Garapannya menampilkan kekhasan campursari dengan
langgam-langgam Jawa yang sudah ada. Ada warna rock, reggae, gambang kromong,
dan lainnya. Ada juga tembang Jawa murni seperti Kutut Manggung, atau Bowo
Asmorondono, dengan gamelan yang diwarnai keyboard dan gitar bas. Bersama grup
musik yang berdiri tahun 1993 dan beranggotakan saudara atau rekan sedaerah di
Playen, Gunungkidul, Yogyakarta itu.
Manthous menyelesaikan sejumlah volume rekaman di Semarang.
Omzet penjualan mencapai 50.000 kaset setiap volume, tertinggi dibanding kaset
langgam atau keroncong umumnya pada tahun-tahun pertengahan 1990-an.Di samping
menyanyi sendiri dalam kegiatan rekaman itu Manthuos juga menampilkan suara
penyanyi Sulasmi dari Sragen, Minul dari Gunungkidul, dan Sunyahni dari
Karanganyar. Beberapa lagunya yang populer di antaranya Anting-anting,
Nyidamsari, Gandrung, dan Kutut Manggung. Namun, karya besarnya yang banyak
dikenal oleh orang Indonesia adalah Getuk yang
pertama kali dipopulerkan oleh Nurafni Octavia.
Sampai sebelum akhirnya terkena serangan stroke pada tahun
1995, Manthous bersama Grup Campursari Maju Lancar Gunungkidul menjadi kiblat
bagi para pencinta lagu-lagu langgam Jawa dan campursari. Tahun 2002 ia mulai
memakai kursi roda akibat stoke, namun hingga akhir hayatnya ia masih aktif
bernyanyi meski memakai kursi roda. Terakhir ia tinggal di Perumahan Bukit
Pamulang, Tanggerang. Ia meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Pamulang pada
tanggal 9 maret 2012, dan tanggal 10 Maret 2012 dibawa lewat jalan darat ke
Gunung Kidul.
Didi Kempot
Didi Kempot (lahir di Surakarta, 31 Desember 1966; umur 45 tahun)
adalah seorangpenyanyi campursari dari Jawa Tengah.
Didi Kempot merupakan putra dari pelawak terkenal
dari kota Solo, Ranto Edi Gudel (Almarhum)
yang lebih dikenal dengan nama mbah Ranto. Dia bersaudara dengan Mamiek
Podang, pelawak senior Srimulat.
Didi Kempot merupakan penyanyi campursari kebanggaan kota
Solo, di samping Gesang(maestro keroncong)
dan Tia AFI (juara Akademi Fantasi Indosiar 2). Saat ini Didi
Kempot tinggal di daerah Sumber, Solo.
Didi Prasetyo, atau lebih dikenal dengan Didi Kempot, adalah
tokoh campursari pasca-Manthous. Didi Kempot yang lahir di Solo, 31 Desember
1966, itu hanya jebolan kelas II SMA. Awalnya anak dari Ranto Eddy Gudel,
pelawak terkenal dari Solo itu adalah seorang pengamen. Dari dunia
"jalanan" itulah, lahir lagu-lagunya yang kemudian menjadi hit,
seperti Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, Tulung, Cucak Rowo, Wen-Cen-Yu,
Yang Penting Hepi, dan Moblong Moblong. Khusus untuk Cucak Rowo, sebenarnya
lagu ini merupakan remake atau pembuatan ulang dari lagu lama di
Indonesia.
Saat ini, nama Didi Kempot sangat terkenal dan selalu
dikaitkan dengan langgam Jawa dan Campursari. Didi tidak hanya terkenal di
Indonesia, tetapi juga Suriname dan Belanda. Di kalangan masyarakat Jawa atau
keturunan Jawa, dia dianggap sebagai superstar. Bahkan, ketikaPresiden
Suriname, Weyden Bosch datang berkunjung ke Indonesia pada tahun 1998, beliau
mengundang Didi secara pribadi. Berkat dedikasinya kepada musik dan lagu
berwarna langgam Jawa, oleh warga Jawa di Belanda, dia kemudian diberi gelar
Penyanyi Jawa Teladan.
Album pertama Didi muncul pada tahun 1999. Di dalamnya
terdapat lagu Cidro dan Stasiun Balapan. Semula tidak ada seorang pun pedagang
kaset yang melirik karyanya. Mungkin karena warna musiknya yang lain, dan
gayanya yang edan, dibandingkan lagu Manthous dan Anjar Any yang sedang populer
di tahun 1990-an. Namun, kemudian, album pertamanya ternyata meledak di
pasaran. Sejak saat itu, Didi mulai merasa yakin untuk menekuni tembang-tembang
Jawa. Adik dari pelawak Mamiek Prakosa ini kemudian menjadi salah satu ikon
dari campur sari. Tawaran untuk membuat album pun datang dengan deras, bahkan
dia pernah membuat 12 album sekaligus dalam satu tahun.
Gesang
Gesang atau lengkapnya Gesang Martohartono (lahir
di Surakarta, Jawa Tengah, 1 Oktober 1917 – meninggal
di Surakarta, Jawa Tengah, 20 Mei 2010 pada umur 92
tahun) adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia.
Dikenal sebagai "maestrokeroncong Indonesia," ia terkenal lewat
lagu Bengawan Solo ciptaannya, yang terkenal
diAsia, terutama
di Indonesia dan Jepang. Lagu
'Bengawan Solo' ciptaannya telah diterjemahkan kedalam, setidaknya, 13 bahasa
(termasuk bahasa Inggris, bahasa
Tionghoa, dan bahasa Jepang) .
Gesang atau lengkapnya Gesang Martohartono (lahir
di Surakarta, Jawa Tengah, 1 Oktober 1917 – meninggal
di Surakarta, Jawa Tengah, 20 Mei 2010 pada umur 92
tahun) adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia.
Dikenal sebagai "maestrokeroncong Indonesia," ia terkenal lewat
lagu Bengawan Solo ciptaannya, yang terkenal
diAsia, terutama
di Indonesia dan Jepang. Lagu
'Bengawan Solo' ciptaannya telah diterjemahkan kedalam, setidaknya, 13 bahasa
(termasuk bahasa Inggris, bahasa
Tionghoa, dan bahasa Jepang) .
Gesang tinggal di Jalan Bedoyo Nomor 5 Kelurahan Kemlayan,
Serengan, Solo bersama keponakan dan keluarganya, setelah sebelumnya tinggal di
rumahnya Perumnas Palur pemberian Gubernur Jawa Tengah tahun 1980 selama 20
tahun. Ia telah berpisah dengan istrinya tahun 1962. Selepasnya, memilih untuk
hidup sendiri. Ia tak mempunyai anak.
Gesang pada awalnya bukanlah seorang pencipta
lagu. Dulu, ia hanya seorang penyanyi lagu-lagu keroncong untuk
acara dan pestakecil-kecilan
saja di kota Solo. Ia juga pernah menciptakan beberapa lagu, seperti; Keroncong
Roda Dunia, Keroncong si Piatu, danSapu Tangan, pada masa perang
dunia II. Sayangnya, ketiga lagu ini kurang mendapat sambutan dari
masyarakat.
Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya terhadap
perkembangan musik keroncong, pada tahun 1983 Jepang mendirikan
Taman Gesang di dekat Bengawan Solo. Pengelolaan taman ini didanai oleh Dana
Gesang, sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang.
Gesang sempat dikabarkan meninggal dunia pada tanggal 18 Mei 2010 setelah
kesehatannya dilaporkan memburuk.
Gesang dilarikan ke rumah sakit akibat kesehatannya menurun
pada Rabu (19/05/2010). Selanjutnya, Gesang harus dirawat di ruang ICU sejak
Minggu (16/5) karena kesehatannya terus menurun. Rumah sakit membentuk sebuah
tim untuk menangani kesehatan yang terdiri dari lima dokter spesialis yang
berbeda. Hingga akhirnya beliau meninggal pada hari Kamis (20/05/2010) Pukul
18:10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
0 komentar:
Posting Komentar