Rabu, 18 September 2013

Carut Marut Lalu Lintas Kota Garut

Kamis, 19 September 2013.

Hal yang tidak biasa kini mulai menjadi lumrah, kota Garut yang menjadi pusat perhatian wisatawan kini mulai terbiasa mengenal kemacetan dalam berlalu lintas. pada Rabu, 18 September 2013 terlihat llu lntas pusat kota yang begitu padat, di tambah dengan ketidak tertiban pengguna jalan raya yang memarkirkan kendaraanya semena - mena, an juga di tambah dengan para PKL yang menjajakan daganganya hingga memakan ruas jalan dan memakan lahan para pejalan kaki, sehingga kemacetanpun menjadi kompleks.

Rabu, 11 September 2013

“ Harapan dan Janji yang akan terealisasi ? “

Garut, 12 September 2013

Seperti yang kita ketahui, bahwa pada hari minggu 8 September 2013 masyarakat Garut telah disibukan dengan adanya Pemilukada yang menentukan komitmen kota Garut kedepanya. Sedikit harapan timbul dari berbagai kalangan, termasuk dari para Pakar pendidikan yang mengharapkan perbaikan ke aktifan Pemerintah dalam mengamati dan mengawasi proses belajar mengajar yang terjadi di kota Garut, khususnya di sekolah – sekolah yang terpencil.
Yeyen Hariyana S.Pd, kepala sekolah SDN Cimuncang IV Kabupaten Garut. Beliau menyayangkan sikap pemerintah yang seolah menutup mata melihat sekolah - sekolah yang terpencil yang mempunyai Sumber Daya Manusia yang begitu bersemangat untuk menimba ilmu demi kelangsungan masa depanya kelak.     “Ya, saya sangat menyayangkan kepada pemerintah setempat yang terkesan acuh. Sebab lihatlah semangat murid – murid yang tak kenal lelah, mereka rela menempuh jarak yang cukup jauh demi belajar. Lihatlah Staf Tenaga Kerja kami yang berlabel Honorer, mereka (para Guru Honorer) tidak mementingkan dirinya sendiri, melainkan memilih berbakti demi kelangsungan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, dan imajinatif. Mereka berhati mulia, berkorban demi kelangsungan masa depan anak didiknya“, jelasnya kepada kami. Beliaupun menyayangkan karena kurangnya sarana yang menjadi acuan bagi anak seperti, kurangnya fasilitas kelas untuk proses belajar, buku – buku yang terbatas dan kurang memadai bagi mereka, akses jalan yang kurang layak, ketidak nyamanan kelas dan masih banyak kekurangan yang mereka anggap kelebihan yang mereka syukuri adanya. Kamipun bertanya, Pak, bagaimana dengan aktifitas keseharian di sekolah ini, apakah ada Ekskul yang berjalan seperti layaknya sekolah lainya ? ”Ya, tentu. Jelas itu misi kami untuk mengembangkan kemampuan anak – anak, baik itu di bidang pendidikan, olah raga, seni, dsb. Namun sayang, selain  fasilitas yang kurang pas, waktu yang kami berikanpun cukuplah singkat. Sebab ketika siang hari sekolah kami sudah ditempati oleh murid - murid dari SMP 6 Garut, terlalu jauh akses mereka menuju sekolah mereka”, kutipnya kepada kami.
Dengan pernyataan tersebut tentu sangatlah miris, coba bandingkan dengan sekolah – sekolah yang terdapat di kota – kota besar. Tentu sangat berbeda jauh kualitas dan sarana yang dimiliki. Bandingkan ketika mereka (murid – murid di Kota besar) telah menggunakan dan mempraktikan media – media elektronik yang mereka miliki, itu hanyalah mimpi bagi mereka yang terpencil, mereka hanya dapat melihatnya di Televisi. Mereka hanya memikirkan bagaimana mereka sampai di sekolah tepat waktu, belajar dengan giat dan terus memperkaya ilmu mereka agar mereka dapat seperti mereks kedepanya. Banyak sekali pertimbangan yang mereka pikirkan untuk meraih masa depan yang seharusnya mereka nikmati dan hilangkan beban – beban yang dapat mengganggu proses pembelajaran yang akan mereka dapat.
Sudah hendaknya calon pemimpin kita kedepan harus mampu menanggulangi keluhan – keluhan yang bukan hanya di dengar, namun di realisasikan kebenaranya. “ Momen kali ini sangat tepat, semoga dengan adanya pemilu pemilihan Bupati dan Wakilnya sekarang ini, maka merekapun cepat tanggap dan segera melihat kami (orang – orang yang terpencil), agar kita warga Garut bisa bangkit dan mampu bersaing, berbicara banyak di tingkat nasional”, pungkasnya. “FRD











Rabu, 04 September 2013

The Invincible Job

Fotografi.
            Merupakan sebuah bentuk pesan non-vebal yang di bagikan kepada khalayak untuk di konsumsi secara masal dan diketahui kebenaran posisi fakta dan pesan moral yang dikandungnya. Khalayak tidaklah melihat bagaimana peranan sang fotografer di belakang layar. Resiko, nyawa, dan pertaruhan antara profesi, pertemanan, dan rohani sesama umat manusia mereka pertaruhkan demi kepuasan khalayak yang menginginkan informasi yang begitu cepat dan berkualitas.
            Hal tersebut tercermin di dalam Film Documenter yang di alami oleh tokoh pemeran itu sendiri. "The Bang bang club" merupakan suatu kisah sekelompok jurnalis yang mengemban tugas mencari bukti - bukti autentik mengenai perang antar ras kala itu di Afrika Selatan. Bagaimana Greg Marinovich (Ryan Phillipe), Joao Silva (Neels Van Jaarsveld), Kevin Carter (Taylor Kitsch), dan Ken Oesterbroek (Frank Rautenbach) menantang maut demi sebuah pekerjaan yang ingin mereka dapatkan secara baik dan bernilai seni tinggi. Lihatlah mereka berdiam ditengah peperangan antar ras yang sedang terjadi, bahaya seolah tak mereka risaukan, seolah itu menjadi makanan sehari – hari yang tak pernah saya bayangkan di dalam dunia fotografi. Hilanglah sudah pemikiran saya tentang dunia fotografi yang glamour, selalu mengedepankan hawa nafsu di banding kinerja yang sakral dan bernilai tinggi.
            Sungguh tak adil. Disaat mereka memotret kehidupan peperangan yang kejam dan tak berperikemanusiaan itu, mereka di tuntut untuk tetap netral, tidak memihak pihak manapun. Tujuanya sangatlah mudah di terka, tujuan tersebut agar ketika mereka memotret mereka tidaklah di anggap musuh yang datang dari kelompok lain ketika mereka menolong kelompok lain yang sedang menuju arah kematian. Lihatlah ketika Kevin mendapatkan sebuah hasil foto seorang anak kecil yang manis menghadapi ajalnya. Bukanlah ditemani sang Malaikat, melainkan ditemani burung pemakan bangkai yang siap untuk menyantap anak kecil yang siap mati karena kelaparan itu.

            Lihatlah penyesalan mereka, lihatlah teman mereka yang mati akibat tertembak pada saat peperangan antar-ras itu sedang terjadi. Dan lihatlah begitu menyesalnya Kevin yang malah memotret anak yang akan mati dan bukanlah menolongnya, lalu membawanya ke tempat yang lebih baik. Kevinpun memilih mati ditanganya sendiri daripada terus tertekan dan mati bertahap karena memikirkan hal tersebut.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management